Breaking News
Loading...
Tuesday, February 14, 2012

Perjanjian Hudaibiyah

5:26 AM
A. Latar Belakang Umrah ke Hudaibiyah


 B. Orang-orang Muslim Bergerak ke Makkah

    Mereka mulai bergerak kea rah Makkah. Setibanya di Dzul Hulaifah, hewan kurban dikalungi tali dan diberi tanda. Beliau juga mengenakan pakaian ihram, agar orang-orang tidak menyerang. Seorang mata-mata dari Khuza’ah dikirim untuk mencari informasi tentang Quraisy, lalu secepatnya kembali menemui beliau lagi. Ketika mendekati Usfan, mata-mata itu sudah bisa menemui beliau dan menyampaikan informasi, “Saat aku meninggalkan Ka’ab bin Lu’ay, Quraisy sedang menghimpun beberapa kabilah dan mengumpulkan sejumlah orang untuk memerangi engkau dan menghalangi engkau agar tidak bisa memasuki masjidil haram.”
Rasulullah meminta pendapat para sahabat seraya bersabda,”Setujukah kalian jika kita condong kepada kaum kerabat yang telah membantu mereka lalu kita membasmi mereka? Kalaupun mereka demikian, sebenarnya diamnya itu karena takut dan tak berdaya. Kalaupun mereka bisa selamat, di sana masih ada sekian banyak nyawa yang siap dicabut Allah. Ataukah kita harus memasuki Makkah dan siapa pun yang menghalangi, kita akan memeranginya?”
Abu Bakar berkata,”Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Tetapi kita datang hanya untuk melaksanakan umrah. Kita datang bukan untuk memerangi seseorang. Tetapi siapa pun yang akan menghalangi kita untuk memasuki masjidil haram, maka kita akan memeranginya.”
Beliau bersabda,”Kalau begitu lanjutkan perjalanan.” Maka mereka pun melanjutkan perjalanan.

C. Upaya Quraisy Menghalangi Orang-orang Muslim Memasuki Masjidil Haram

    Setelah mendengar keberangkatan Rasulullah, Quraisy segera menyelenggarakan majelis permusyawaratan. Keputusannya, apa pun caranya mereka hendak menghalangi orang-orang muslim memasuki masjidil haram. Setelah Rasulullah dapat menghindari beberapa kabilah, ada seseorang dari Bani Ka’b yang memberikan informasi penting kepada beliau bahwa orang-orang Quraisy memberangkatkan pasukan dan tiba di Dzi Thuwa. Di samping itu, ada dua ratus penunggang kuda di bawah komando Khalid bin Al-Walid yang mengambil posisi di Kura’ Al-Ghamim, di jalur utama menuju Makkah. Pasukan Khalid bin Al-Walid ini berusaha menghalangi orang-orang muslim. Beberapa penunggang kuda dia tugaskan untuk mengawasi kedua belah pihak.
Khalid bin Al-Walid melihat orang-orang muslim sedang melaksanakan shalat zuhur. Dia berkata,”Mereka pasti lengah. Andaikan kita menyerang mereka secara serentak , tentu kita bisa mengalahkan mereka.” Dia memutuskan untuk menyerang orang-orang muslim saat melaksanakan shalat ashar secara serentak. Tetapi Allah menurunkan hukum shalat khauf, sehingga kesempatan itu pun hilang dari tangan Khalid dan pasukan Quraisy.

D. Mengalihkan Jalur Perjalanan dan Menghindari Bentrokan Fisik
    
Rasulullah mengambil jalur yang sulit dan berat di antara celah-celah gunung, membawa para sahabat kea rah kanan, melewati Al-Hamsy menuju Tsaniyatul Murar sebelum turun ke Hudaibiyah. Beliau tidak melewati jalan utama menuju Makkah yang melewati Tan’im atau beliau tidak mengambil ke arah kiri. Setelah Khalid bin Al-Walid dan pasukannya melihat kepulan debu yang ditinggalkan orang-orang muslim dan dia menyadari bahwa mereka telah lolos, maka secepatnya dia kembali ke Makkahdan memperingatkan Quraisy.
Rasulullah meneruskan perjalanan. Setelah tiba di Tsaniyyatul Murar, unta beliau menderum. Orang-orang berkata, “Biarkan ia istirahat sebentar, biarkan istirahat sebentar!”
Lalu unta beliau disuruh bangkit kembali. Mereka berkata, “Al-Qashwa tetap menderum. Al-Qashwa tetap menderum.”
Nabi bersabda,”Tidaklah Al-Qashwa menderum, dan tidaklah tindakannya itu karena kehendaknya sendiri, tetapi dia ditahan (malaikat) yang dulu menahan pasukan gajah.” Kemudian beliau bersabda lagi, “Demi yang diriku ada di tangan-Nya, jika mereka meminta kepadaku suatu rencana untuk menghormati apa-apa yang telah disucikan Allah, tentu aku akan memberikannya.”
Kemudian beliau membentak Al-Qashwa sehingga bangkit, lalu berjalan lagi hingga memasuki ujung Hudaibiyah, di dekat suatu kolam yang di sana hanya terdapat air sedikit. Orang-orang mengambilnya sedikit-sedikit, namun tetap tidak mencukupi. Mereka mengadukan rasa haus kepada Rasulullah. Setelah itu dia memungut anak panah dari tabungnya, lalu memerintahkan agar anak panah itu ditancapkan di kolam tersebut dan air pun memancar deras. Demi Allah mereka terus mengambil air itu hingga mereka puas.

E. Budail Menjadi Perantara antara Rasulullah dan Quraisy

    Setelah Rasulullah merasa tenang berada di sana, tiba-tiba muncul Budail bin Warqa’ Al-Khuza’y bersama beberapa orang dari bani Khuza’ah. Bani Khuza’ah biasa memberi nasihat kepada beliau. Budial berkata,”Saat aku meninggalkan Ka’b bin Lu’ay, mereka siap berangkat ke Hudaibiyah dengan membawa pasukan. Mereka hendak memerangi engkau dan menghalangi engkau memasuki masjidil haram.”
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya kami datang bukan untuk memerangi seseorang. Tetapi kami datang untuk melakukan umrah. Rupanya orang-orang Quraisy sudah semakin surut dan menjadi buta karena peperangan. Jika mereka menghendaki , engkau bisa membujuk mereka dan membukakan jalan bagiku, dan jika mereka menghendaki untuk memasuki sesuatu yang biasa dimasuki manusia, maka mereka bisa melakukannya yang berarti mereka masih memiliki nyali. Namun jika tidak menghendaki keculai perang, maka demi diriku yang ada di tangan-Nya, aku pasti akan melayani keinginan mereka hingga kemenangan yang lalu hanya menjadi milikku atau biarlah Allah menentukan keputusan-Nya.”
Budail berkata,”Aku akan menyampaikan apa yang engkau katakan ini kepada mereka.” Lalu di beranjak pergi untuk menemui Quraisy, seraya berkata,”Aku datang kepada kalian setelah menemui Muhammad dan aku mendengar dia telah mengucapkan suatu perkataan. Jika kalian menghendaki aku akan memberitahukannya kepada kalian.”
Orang-orang yang bodoh di antara mereka berkata,”Kami tidak membutuhkan engkau memberi tahu sesuatu pun dari dirinya kepada kami.”
Namun orangorang yang tajam pikirannya di antara mereka berkata,”Sampaikanlah apa yang engkau dengar darinya.”
“Aku mendengar dia berkata begini dan begitu,” kata Budail.
Lalu Quraisy mengutus Mikraz dan Hafsh. Saat melihat kehadirannya, Rasulullah bersabda,”Dia adalah orang-orang yang suka berkhianat.” Saat sudah saling berhadapan, beliau mengucapkan seperti yang sudah diucapkan kepada Budail dan rekan-rekannya dari Khuza’ah. Setelah itu Budail kembali lagi menemui orang-orang Quraisy dan menyampaikan sabda beliau.

F. Utsman bin Affan sebagai duta ke pihak Quraisy

   Pada saat Rasulullah hendak mengutus seorang duta untuk menegaskan kepada Quraisy, sikap dan tujuan beliau dari perjalanan kali ini. Untuk itu beliau memanggil Umar bin Al-Khaththab dan hendak menjadikannya sebagai duta. Namun Umar merasa keberatan dengan berkata,”Wahai Rasulullah, tak seorang pun sanak keluargaku dari Bani Ka’bdi Makkah yang marah jika aku disiksa. Lebih baik utuslah Utsman bin Affan, karena sanak saudaranya ada di sana dan dia akan menyampaikan apa yang engkau kehendaki.”
Maka beliau memanggil Utsman bin Affan dan mengangkatnya sebagai duta untuk menemui Quraisy. Beliau bersabda,”Sampaikanlah kepada mereka bahwa kita tidak ingin berperang, tetapi kita datang hendak melaksanakan umrah. Serulah mereka kepada Islam!” Beliau juga menyuruhnya untuk menemui beberapa laki-laki dan wanita muslim di sana, menyampaikan kabar gembira kepada mereka tentang datangnya kemenangan dan juga mengabarkan kepada mereka bahwa Allah pasti akan memenangkan agama-Nya di Makkah hingga setiap orang disana pasti beriman.”
Utsman berangkat hinnga dia melewati sekumpulan orang-orang Quraisy di Baldah. Mereka bertanya,”Hendak kemana engkau?”
“Rasulullah mengutusku untuk ini dan itu.” Jawab Utsman.
“Kami mendengar apa yang engkau katakana. Maka laksanakan apa keperluanmu!” Kata mereka. Lalu Aban bin Sa’id bin Al-Ash menyambut kedatangannya, menyiapkan kudanya dan menyuruh Utsman naik ke atas punggung kudanya. Aban memberikan jaminan perlindungan kepada Utsman dan mengawalnya hingga tiba di Makkah. Dia menyampaikan pengiriman duta ini kepada pemimpin Quraisy. Sbenarnya mereka menawarkan kepada Utsman untuk melaksanakan thawaf di Ka’bah tetapi Utsman menolak tawaran ini. Dia tidak akan thawaf sebelum Rasulullah thawaf.

G. Isu Terbunuhnya Utsman dan Baiat Ridhwan

  Cukup lama Quraisy menahan Utsman di Makkah. Boleh jadi mereka hendak mengajaknya bermusyawarah, memecahkan masalah yang sangat rawan ini dan mereka merasa puas. Baru setelah itu mereka mengembalikan Utsman dengan jawaban yang mereka tulis dalam sebuah surat. Karena cukup lama Utsman tertahan di pihak Quraisy, maka tersiar kabar angin di kalangan orang-orang muslim bahwa Utsman telah dibunuh. Saat kabar angin ini terdengar oleh Rasulullah, maka beliau bersabda,”Kita tidak akan beranjak sebelum membereskan urusan mereka.”

Setelah itu beliau memanggil para sahabat untuk melakukan baiat. Maka mereka berkumpul di sekelilingnya dan mengucapkan baiat untuk tidak melarikan diri. Bahkan ada di antara mereka yang melakukan baiat untuk bersedia mati. Yang pertama kali mengucapkan baiat adalah Abu Sinan Al-Asadi. Sementara Salamah bin Al-Akwa’ mengucapkan baiat di hadapan beliauuntuk bersedia mati hingga tiga kali, sekali dia ucapkan di depan kerumunan orang, sekali di tengah kerumunan orang dan sekali di belakang kerumunan orang. Dalam baiat itu beliau memegang tangannya sendiri lalu bersabda,”Ini mewakili Utsman.”
Setelah proses baiat selesai, Utsman muncul lalu dia berbaiat kepada beliau. Hanya seorang saja yang tidak ikut dalam proses baiat ini, dia dari golongan orang-orang munafik, namanya Jadd bin Qais.
Baiat ini dilakukan Rasulullah di bawah pohon. Umar memegang tangan beliau, sedangkan Ma’qal bin Yassar memegang dahan pohon agar tidak mengenai beliau. Inilah baiat Ridhwan yang karenanya Allah menurunkan ayat pada surat Al Fath:18.

H. Pengukuhan Perjanjian dan Kalusul-klausulnya

   Quraisy menyadari posisinya yang cukup rawan. Maka mereka segera mengutus Suhail bin Amr untuk mengadakan perundingan. Mereka menegaskan kepadanya agar diantara klausul perjanjian itu menyebutkan bahwa Muhammad harus pulang ke Madinah pada tahun ini agar bangsa Arab tidak membicarakan orang-orang Quraisy bahwa beliau berhasil masuk ke sana lewat jalan kekerasan.
Suhail bin Amr menemui beliau. Saat melihat kehadirannya, beliau bersabda,”Dia telah memudahkan urusan kalian. Setiap kali orang-orang Quraisy menghendaki perjanjian, mereka pasti mengutus orang ini.”
Sahl pun tiba lalu berunding panjang lebar. Akhirnya kedua belah pihak menyepakati klausul-klausul perjanjian sebagai berikut:
1.      Rasulullah harus pulang pada tahun ini, dan tidak boleh memasuki Makkah kecuali tahun depan bersama orang-orang muslim. Mereka diberi jangka waktu selama tiga hari berada di Makkah dan hanya boleh membawa senjata yang biasa dibawa musafir, yaitu pedang yang disarungkan. Sementara pihak Quraisy tidak boleh menghalangi dengan cara apa pun.
2.      Genjatan senjata di anatara kedua belah pihak selama sepuluh tahun, sehingga semua orang merasa aman dan sebagian tidak boleh memerangi sebagian yang lain.
3.   Barang siapa yang ingin bergabung dengan pihak Muhammad dan perjanjiannya, maka dia boleh melakukannya, dan siapa yang ingin bergabung dengan pihak Quraisy dan perjanjiannya, maka dia boleh melakukannya. Kabilah mana pun yang bergabung dengan salah satu pihak maka kabilah itu menjadi bagian dari pihak tersebut. Sehingga penyerangan yang ditujukan pada kabilah tertentu, dianggap penyerangan terhadap pihak yang bersangkutan dengannya.
4.      Siapa pun orang Quraisy yang mendatangi Muhammad tanpa izin walinya (melarikan diri), maka dia harus dikembalikan kepada pihak Quraisy, dan siapa pun dari pihak Muhammad yang mendatangi Quraisy (melarikan diri darinya) maka dia tidak boleh dikembalikan padanya.
Kemudian beliau memanggil Ali bin Abu Thalib untuk menulis isi perjanjian ini. Beliau mendiktekan kepada Ali: Bismillahir rahmannir rahim.
Suhail menyela,”Tentang Ar-Rahman, demi Allah sku tidak tahu siapa dia? Tetapi tulislah: Bismika Allahuma.”
Maka Nabi memerintahkan Ali bin Abu Thalib untuk menulis seperti itu. Kemudian beliau mendiktekan lagi,”Ini adalah perjanjian yang di tetapkan Muhammad Rasul Allah.”
Suhaial menyela,”Andaikan kami tahu bahwa engkau adalah Rasul Allah, tentunya kami tidak akan menghalangimu untuk memasuki masjidil haram, tidak pula memerangimu. Tetapi tulislah: Muhammad bin Abdullah.”
Beliau bersabda,”Bagaimana juga aku adalah Rasul Allah sekalipun kalian mendustakan aku.” Lalu beliau memerintahkan Ali bin Abu Thalib untuk menulis seperti usulan Suhail dan menghapus kata-kata Rasul Allah yang terlanjur tertulis. Namun Ali menolak untuk menghapusnya. Akhirnya beliau yang menghapus tulisan itu dengan tangan beliau sendiri.
 Akhirnya klausul perjanjan itu selesai ditulis. Setelah perjanjian sudah dikukuhkan, Khuza’ah bergabung ke pihak Rasulullah. Sebelumnya mereka adalah sekutu Bani Hasyim, semenjak zaman Abdul Muthalib seperti yang sudah kami uraikan di bagian terdahulu. Penggabungan mereka ini merupakan kelanjutan dari persekutuan masa lampau. Sementara Bani Bakr bergabung ke pihak Quraisy.

I. Menyembelih Hewan Kurban dan Mencukur Rambut Sebagai Tanda Umrah

Setelah Rasulullah menyelesaikan penulisan isi perjanjian, beliau bersabda,”Bangkitlah dan sembelihlah kurban!”
Demi Allah, tak seorang pun di antara orang-orang muslim yang bangkit sekalipun beliau sudah mengatakan tiga kali. Karena tak seorang pun yang bangkit, maka beliau masuk ke rumah Ummu Salamah. Beliau menceritakan apa yang dilakukan para sahabat. Ummu Salamah berkata,”Wahai Rasulullah apakah engkau suka hal itu terjadi? Keluarlah dan engkau tidak perlu mengeluarkan sepatah kata pun kepada seseorang sehingga engkau menyembelih unta kurban dan meminta seseorang untuk mencukur rambut engkau.”
Atas saran Ummu Salamah inilah beliau keluar lagi. Tanpa berbicara dengan seorang pun beliau melaksanakan saran tersebut. Saat para sahabat melihat apa yang dilakukan Rasulullah, mereka pun bangkit lalu menyembelih hewan kurban dan sebagian mencukur rambut sebagian yang lain, sehingga hampir saja mereka saling bertengkar karena rambut. Satu ekor unta untuk tujuh orang begitu pula sapi. Rasulullah menyembelih unta yang dulunya milik Abu Jahl, yang di hidung unta itu ada cincin perak, dengan tujuan untuk memancing kejengkelan orang-orang musyrik. Beliau memanjatkan doa, memohonkan ampun tiga kali bagi mereka yang sudah menyembelih hewan kurban dan satu lagi bagi mereka yang sudah mencukur rambut.   

J. Orang-orang Muslim Murung dan Dialog Umar dengan Rasulullah

 Inilah hakikat yang terkandung dalam klausul-klausul kesepakatan gencatan senjata ini. Tetapi di sana ada dua fenomena yang sama sekali tidak bisa ditangkap orang-orang muslim, sehingga karenanya mereka tampak murung dan sedih. Pertama: Sebelum beliau sudah menyatakan untuk mendatangi masjidil haram dan thawaf di sana. Lalu mengapa beliau kembali lagi tanpa melakukan thawaf di sana? Kedua: Rasulullah yang jelas berada di atas kebenaran dan Allah yang sudah menjanjikan kemenangan agama-Nya, mengapa buru-buru merendahkan diri dengan mengukuhkan perjanjian, tanpa melakukan tekanan terhadap Quraisy terlebih dahulu?
Dua fenomena inilah yang memancing muculnya keragu-raguan, kesangsian, rasa was-was dan dugaan macam-macam di hati mereka. Karena dua fenomena ini pula perasaan mereka menjadi perih dan terluka. Sebab dugaan dan kepedihan lebih menguasai pikirab, dan mereka tidak memikirkan lebih jauh dampak dari isi perjanjian itu.
Boleh jadi orang yang paing murung di antara mereka adalah Umar bin Al-Khaththab yang dikenal sebagai orang yang temperamental. Dia menemui Nabi,”Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran dan mereka di atas kebatilan?”
“Begitulah,” Jawab beliau.
“Bukankah korban yang mati di antara kita berada di surge dan korban yang mati di antara mereka berada di neraka?” Tanya Umar.
“Begitulah,” Jawab beliau.
“Lalu mengapa kita merendahkan agama kita dan kembali, padahal Allah belum lagi membuat keputusan antara kita dan mereka?” Tanya Umar.
“Wahai Ibnul Khaththab, aku adalah Rasul Allah dan aku tidak akan mendurhakai-Nya. Dia adalah penolongku dan sekali-kali tidak akan menelantarkan aku.” Jawab beliau.
“Bukankah engkau telah memberitahukan kepada kami bahwa kita akan mendatangi Ka’bah dan thawaf di sana?”
“Begitulah. Apakah aku pernah menjanjikan kita untuk ke sana tahun ini?”
Umar menjawab “Tidak.”
“Kalau begitu engkau akan pergi ke Ka’bah dan thawaf di sana tahun depan,” Sabda beliau.
Umar masih penasaran dengan hati yang kurang enak. Lalu dia menemui Abu Bakar dan bertanya seperti pertanyaan-pertanyaan yang dia ajukan kepada Rasulullah. Ternyata Abu Bakar juga memberikan jawaban seperti yang diberikan beliau sama persis. Lalu Abu Bakar  menambahi,”Patuhilah kepada perintah dan larangan beliau sampai engkau meninggal dunia. Demi Allah, beliau berada di atas kebenaran.”                
Kemudian turun wahyu kepada Rasulullah lalu beliau membacakannya kepada Umar surat Al Fath:1.
Dan seterusnya dari surat Al Fath, Umar bertanya,”Wahai Rasulullah apakah itu benar-benar sbuah kemenangan?”
“Benar.” Jawab beliau. Barulah hatinya merasa tenang kemudian dia baru menyadari tindakannya itu sehingga dia menyesali karenanya. Umar berkata,”Setelah itu aku terus-menerus melakukan berbagai amal, bersedekah, berpuasa, shalat dan berusaha membebaskan dari apa yang telah dilakukan saat itu. Aku selalu dibayangi apa yang aku lakukan saat ini. Aku selalu berharap semoga semua itu merupakan kebaikan.”

K. Hikmah Perjanjian Hudaibiyah  

         Dan di dalam kisah Hudaibiyah, kita dapat memetik sejumlah pelajaran dan hikmah yang agung. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullahu memaparkan sebagian faedah atau pelajaran dari hikmah tersebut dalam kitabnya Zadul Ma’ad (3/303), di antaranya:
1.            Orang-orang musyrik, ahli bid’ah, orang-orang yang jahat, pemberontak, dan orang-orang   dzalim, apabila menuntut suatu perkara yang di dalamnya kehormatan Allah Subahanahu wa Ta’ala diagungkan, maka tuntutan tersebut harus dipenuhi bahkan didukung, meskipun mereka menolak yang lain.
Jadi mereka dibantu untuk mengagungkan kehormatan Allah Subahanahu wa Ta’ala, bukan kekafiran dan kejahatan mereka, siapapun adanya.
Inilah yang membuat gusar para sahabat kecuali Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Dan ini sekaligus menampakkan keutamaan beliau, seolah-olah hati beliau bertumpu di atas hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau radhiyallahu ‘anhu menjawab kegusaran Umar radhiyallahu ‘anhu dengan jawaban yang sama dengan jawaban yang diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Umar radhiyallahu ‘anhu padahal beliau tidak ada di tempat ketika itu.
2.      Bolehnya imam atau pemimpin mendahului meminta damai dengan musuh bila hal itu   mengandung maslahat bagi kaum muslimin.
3.      Boleh bersabar atas kurang sopannya utusan orang-orang kafir di mana tidak membalas kekasaran karena terdapat maslahat yang umum.
4.      Berdamai dengan kaum musyrikin, meskipun di dalamnya terdapat sedikit kerugian bagi kaum muslimin adalah boleh, demi kemaslahatan yang lebih kuat dan jelas.
Hal ini sering dilalaikan oleh orang-orang yang dangkal pikirannya, sehingga memandang bahkan memvonis bahwa perjanjian damai yang dilakukan sebagian pemerintahan muslimin dengan sebagian negara kafir adalah kekafiran yang nyata sehingga harus diperangi pelakunya.
Terlebih hanya dengan pertimbangan tersedotnya kekayaan negara muslim tersebut oleh orang-orang kafir. Tidaklah mereka melihat adanya kemaslahatan yang lebih besar dalam kesepakatan-kesepakatan damai tersebut? Terjaganya darah kaum muslimin, yang ini lebih berharga dari dunia dan seisinya. Bahkan satu jiwa yang mukmin lebih mulia di sisi Allah Subahanahu wa Ta’ala daripada Ka’bah.
5.      Perjanjian Hudaibiyah ini merupakan pendahuluan dari sebuah kemenangan yang lebih besar lagi. Di mana Allah Subahanahu wa Ta’ala memuliakan melalui kemenangan ini Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tentara-Nya.
Demikianlah biasanya Allah Subahanahu wa Ta’ala dalam setiap persoalan besar, yang Dia tetapkan secara syar’i maupun takdiri; Dia berikan pengantar dan pendahuluan yang menunjukkan perkara tersebut.
6.      Perjanjian damai ini termasuk kemenangan terbesar. Karena adanya jaminan keamanan kedua belah pihak. Kaum muslimin bergaul dengan orang-orang kafir, serta memperdengarkan Al-Qur`an kepada mereka.
Akhirnya teranglah apa-apa yang kabur tentang Islam, berimanlah orang-orang yang Allah Subahanahu wa Ta’ala kehendaki untuk beriman. Karena itu pula, Allah Subahanahu wa Ta’ala menamakannya “kemenangan yang nyata”.
Wallahu a’lam.



Newer Post
Previous
This is the last post.

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih sudah mengunjungi blog ini, berkomentarlah dengan sopan dan baik tanpa ada cacian dan hinaan.
PERHATIAN!
- NO Sara
- NO Pornografi
- NO Spam !!! [Komentar menyertakan link aktif akan otomatis terdelet

Salam Sukses @hafizhq

 
Toggle Footer