Alloh Azza wa Jalla di dalam firman-Nya :
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ
التَّقْوَى
“Berbekallah,
dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS al-Baqoroh :
197).
Maka,
bekal bagi tiap muslim adalah bertakwa kepada Alloh Azza wa Jalla, yang mana Alloh
telah berulang kali menyebutkan takwa di dalam Al-Qur`an dan memerintahkannya,
memuji orang yang melaksanakannya dan menjelaskan pahalanya, dan selainnya,
diantaranya adalah firman-Nya :
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ
وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَـوَتُ وَالاَْرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ
يُنفِقُونَ فِى السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالْكَـاظِمِينَ الْغَيْظَ
وَالْعَـافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ وَالَّذِينَ إِذَا
فَعَلُواْ فَـاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللَّهَ
فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللَّهُ وَلَمْ
يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ * أُوْلَـئِكَ جَزَآؤُهُمْ
مَّغْفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَجَنَّـتٌ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا الاَْنْهَـرُ خَـالِدِينَ
فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَـامِلِينَ
“Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, yaitu
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang
apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka Mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari
Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka
kekal di dalamnya; dan Itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.”
(QS al-Baqoroh : 133-136)
Menurut Tholq
bin Habib rahimahullahu,
beliau mengatakan :
التقوى أن تعمل بطاعة الله، على نور من الله،
ترجو ثواب الله
“Takwa
adalah, anda mengamalkan ketaatan kepada Alloh, di atas cahaya dari Alloh dan
mengharap pahala Alloh.”
Di dalam
ucapan ini, terhimpun sifat : (1) ilmu, (2) amal, (3) mengharap pahala dan (4)
takut akan siksa-Nya, maka inilah yang dimaksud dengan takwa itu.
Sesungguhnya
kita semua mengetahui, bahwa seorang dai yang menyeru kepada Alloh Azza wa Jala, adalah manusia yang
paling utama untuk berhias dengan karakteristik ini, bertakwa kepada Alloh di
saat bersendirian maupun di hadapan manusia. Saya akan menyebutkan -dengan
pertolongan AllohAzza wa Jalla- pada kesempatan ini,
hal-hal yang berkaitan dengan seorang da’i dan bekal-bekal yang sepatutnya
seorang da’i mempersiapkannya.
BEKAL
PERTAMA : BERILMU
Saudaraku
sekalian, sesungguhnya berdakwah ke jalan Alloh tanpa diiringi dengan ilmu itu
menyelisihi tuntunan Nabi Shallallahu
’alaihi wa Salam dan
orang yang mengikuti beliau. Dengarkanlah firman AllohTa’ala yang memerintahkan Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ’alaihi wa Salam dalam firman-Nya berikut :
قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِى أَدْعُو إِلَى اللَّهِ
عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِى وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَآ أَنَاْ مِنَ
الْمُشْرِكِينَ
”Katakanlah:
“Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada
Allah di atas bashiroh (hujjah yang nyata). Maha Suci Allah, dan Aku tiada
termasuk orang-orang yang musyrik”.” (QS Yusuf : 108)
Firman-Nya
: ” Aku dan
orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah di atas bashiroh
(hujjah yang nyata)”, artinya adalah : orang yang mengikuti beliau Shallallahu ’alaihi wa Salam, wajib
atasnya berdakwah mengajak kepada Alloh di atas bashiroh, tidak di atas kejahilan.
Renungkanlah
wahai para da’i firman Alloh ”di atas bashiroh”, yaitu di atas bashiroh pada tiga hal :
Pertama
: di atas bashiroh terhadap apa yang di dakwahkan, yaitu
ia haruslah memiliki ilmu tentang hukum syar’i yang ia dakwahkan. Karena bisa
jadi ia mengajak kepada sesuatu yang ia duga sebagai suatu hal yang wajib
sedangkan di dalam syariat tidaklah wajib, sehingga ia mengharuskan hamba-hamba
Alloh sesuatu yang Alloh tidak mengharuskannya. Bisa jadi pula ia mengajak
untuk meninggalkan sesuatu yang ia anggap haram sedangkan hal itu di dalam
agama Alloh tidaklah haram, sehingga ia telah mengharamkan bagi hamba-hamba
Alloh sesuatu yang Alloh halalkan bagi mereka.
Kedua : di atas bashiroh terhadap kondisi dakwah, oleh karena
itulah Nabi Shallallahu
’alaihi wa Salam tatkala
mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau berpesan padanya :
إنك ستأتي قوماً أهل كتاب
”Sesungguhnya
engkau akan mendatangi kaum dari ahli kitab”1
Supaya
dia (Mu’adz) mengetahui kondisi mereka dan bersiap-siap di dalam menghadapi
mereka.
Oleh
karena itulah kondisi mad’u (obyek dakwah) ini haruslah diketahui,
sejauh mana tingkat pengetahuan mereka? Sejauh mana kemampuan mereka untuk
debat? Sehingga ia dapat mempersiapkan dirinya untuk berdiskusi dan berdebat
dengan mereka. Karena sesungguhnya, apabila anda memasuki perdebatan dengan
orang seperti ini, sedangkan dia lebih tangguh di dalam berdebat, maka hal ini
akan menjadi bencana yang besar terhadap kebenaran, dan andalah penyebab ini
semua.
Ketiga : di atas bashiroh di dalam cara berdakwah. Alloh Ta’ala berfirman :
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَـدِلْهُم بِالَّتِى هِىَ أَحْسَنُ
”Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS an-Nahl : 125).
Sebagian
manusia, acap kali ketika menjumpai suatu kemungkaran, ia langsung terburu-buru
main sikat. Ia tidak berfikir akan dampak dan akibat perbuatannya ini, tidak
hanya bagi dirinya, namun juga bagi dirinya dan rekan seperjuangannya sesama
da’i yang menyeru kepada kebenaran. Oleh karena itulah, wajib bagi seorang da’i
sebelum ia bergerak (untuk berdakwah), hendaknya ia mencermati dan menimbang
dampak-dampaknya. Kadang kala, dapat juga terjadi pada waktu itu, sesuatu yang
tidak hanya akan memadamkan kobaran semangat atas aktivitasnya, namun
perbuatannya ini juga akan memadamkan api semangatnya dan semangat orang
selainnya di masa yang akan datang, mungkin dalam waktu dekat tidak lama lagi.
Oleh karena itulah, kami menganjurkan saudara-saudaraku agar berdakwah dengan
menggunakan hikmah, suatu perkara yang mungkin akan menunda waktu barang
sedikit, namun hasilnya akan terpuji dengan kehendak Alloh Ta’ala.
Apabila
hal ini, maksudku da’i yang berbekal dengan ilmu shahih yang dibangun di atas Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah Shallallahu
’alaihi wa Salam, merupakan sesuatu yang ditunjukkan oleh nash-nash
syar’iyyah, maka sesungguhnya (hal ini) juga ditunjukkan oleh akal yang sharih (terang) yang tidak memiliki syubhat
maupun syahwat. Karena bagaimana mungkin anda dapat berdakwah menyeru kepada
Alloh Jalla wa ’Ala sedangkan anda tidak mengetahui jalan
yang dapat mengantarkan kepada-Nya. Anda tidak mengetahu syariat-Nya lantas
bagaimana bisa dibenarkan anda menjadi seorang da’i? Apabila seorang manusia
tidak memiliki ilmu, maka yang utama baginya adalah belajar terlebih dahulu,
baru kemudian ia boleh berdakwah.
Mungkin
akan ada yang berkata : ”Bukankah ucapan anda ini menyelisihi ucapan Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam :
بلغوا
عني ولو آية
”Sampaikan
dariku walaupun hanya satu ayat.”3
Maka
kami jawab : tidak. Karena Rasulullah Shallallahu
’alaihi wa Salam bersabda
: ”Sampaikan
dariku”, oleh karena itulah sesuatu yang kita sampaikan haruslah
benar-benar dari RasulullahShallallahu ’alaihi wa Salam. Dan
inilah yang kami maksudkan. Pada saat kami mengatakan bahwa da’i itu memerlukan
ilmu, kami bukanlah memaksudkan bahwa ia haruslah mencapai tingkatan orang yang
ahli di dalam ilmu, namun kami mengatakan bahwa ia tidak boleh berdakwah
melainkan dengan apa yang ia ketahui saja dan tidak boleh berkata melainkan
dengan yang ia ketahui.
BEKAL
KEDUA : SABAR
Seorang
da’i haruslah bersabar di atas dakwahnya, sabar atas apa yang ia dakwahkan,
sabar terhadap orang yang menentang dakwahnya dan sabar atas segala aral
rintangan yang menghadangnya.
Seorang
da’i haruslah bersabar dan berupaya menetapi kesabaran di dalam berdakwah,
jangan sampai ia berhenti atau jenuh, namun ia harus tetap terus berdakwah ke
jalan Alloh dengan segenap kemampuannya. Terlebih di dalam kondisi dimana
berdakwah akan lebih bermanfaat, lebih utama dan lebih tepat, maka ia haruslah
benar-benar bersabar di dalam berdakwah dan tidak boleh jenuh, karena seorang
manusia apabila dihinggapi kejenuhan maka ia akan letih dan meninggalkan
(dakwah). Akan tetapi, apabila ia menetapi kesabaran di atas dakwahnya, maka ia
akan meraih pahala sebagai orang-orang yang sabar di satu sisi, dan di sisi
lain ia akan mendapatkan kesudahan yang baik.
Dengarkanlah
firman Alloh Azza wa
Jalla yang menyeru
Nabi-Nya :
تِلْكَ مِنْ أَنْبَآءِ الْغَيْبِ نُوحِيهَآ
إِلَيْكَ مَا كُنتَ تَعْلَمُهَآ أَنتَ وَلاَ قَوْمُكَ مِن قَبْلِ هَـذَا فَاصْبِرْ
إِنَّ الْعَـقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ
“Itu
adalah di antara berita-berita penting tentang hal yang ghaib yang kami
wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula)
kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; Sesungguhnya kesudahan yang baik adalah
bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS
Huud : 49)
Seorang
manusia (baca : da’i) tetaplah harus bersabar atas segala hal yang merintangi
dakwahnya berupa sanggahan-sanggahan dan bantahan-bantahan, karena setiap
manusia yang menjadi seorang da’i di jalan Alloh azza wa Jalla pastilah akan menghadapi rintangan :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِىٍّ عَدُوّاً
مِّنَ الْمُجْرِمِينَ وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِياً وَنَصِيراً
“Dan
seperti itulah, Telah kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang
yang berdosa. dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.”
(QS al-Furqon : 31)
Setiap
dakwah yang benar, pastilah akan menghadapi orang yang merintangi, menghalangi,
membantah dan menebarkan keragu-raguan. Namun, wajiblah bagi seorang da’i
bersabar menghadapi segala sesuatu yang merintangi dakwahnya. Meskipun
dakwahnya disifati dengan dakwah yang salah atau batil, sedangkan ia mengetahui
bahwa dakwahnya itu berasal dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, maka
ia tetaplah harus bersabar.
Jadi,
segala hal yang merintangi dakwah anda wahai para da’i, apabila hal itu benar
maka wajib bagi anda kembali kepada kebenaran tersebut, dan apabila batil maka
jangan sampai tekad anda dibelokkan dari tujuan semula pada dakwah anda.
Demikian
pula, seorang da’i haruslah bersabar atas segala aral rintangan yang
menghadang, karena seorang da’i itu dia pastilah akan dihalang-halangi baik
dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Lihatlah para Rasul Sholawatullah wa Salamuhu ‘alaihim yang dihalang-halangi dengan perkataan
dan perbuatan, bacalah firman Alloh Azza wa
Jalla :
كَذَلِكَ مَآ أَتَى الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ
مِّن رَّسُولٍ إِلاَّ قَالُواْ سَـحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ
“Demikianlah
tidak seorang rasulpun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka,
melainkan mereka mengatakan: Dia adalah seorang tukang sihir atau seorang gila.”
(QS adz-Dzaariyaat : 51)
Dan
lihatlah penutup dan imam para nabi, penghulu anak cucu Adam, Muhammad Shallallahu ’alaihi was Salam. Alloh
berfirman tentang beliau :
يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُواْ لِيُثْبِتُوكَ
أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ
خَيْرُ الْمَـكِرِينَ
”Dan
(ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu
untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka
memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah
sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS al-Anfaal : 30)
وَيَقُولُونَ أَءِنَّا لَتَارِكُو ءَالِهَتِنَا
لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ
”Dan
mereka berkata: Apakah Sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan
kami Karena seorang penyair gila?.” (QS ash-Shaaffaat : 36).
Beliaupun
menghadapi gangguan-gangguan berupa perkataan maupun perbuatan, yang mana hal
ini telah diketahui oleh para ulama di dalam buku-buku Tarikh (Sejarah) dan kesudahan yang baik
adalah bagi beliau.
Jadi,
setiap da’i pastilah akan menemui gangguan, namun ia haruslah dapat bersabar
menghadapinya.
BEKAL
KETIGA : HIKMAH
Seorang
da’i haruslah menyeru kepada Alloh dengan hikmah. Dan alangkah pahitnya orang
yang tidak memiliki hikmah. Dakwah ke jalan Alloh itu haruslah dengan : (1)
hikmah, (2) mau’izhah
hasanah(pelajaran yang baik), (3) berdebat dengan cara yang lebih
baik kepada orang yang tidak zhalim,
kemudian (4) berdebat dengan cara yang tidak lebih baik kepada orang yang zhalim. Jadi, tingkatan ini ada
empat. Alloh Ta’ala berfirman :
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَـادِلْهُم بِالَّتِى هِىَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ
هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
”Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS an-Nahl : 125)
Dan
firman-Nya :
وَلاَ تُجَـادِلُواْ أَهْلَ الْكِتَـبِ إِلاَّ
بِالَّتِى هِىَ أَحْسَنُ إِلاَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنْهُمْ وَقُولُواْ
ءَامَنَّا بِالَّذِى أُنزِلَ إِلَيْنَا وَأُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَـهُنَا
وَإِلَـهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
”Dan
janganlah kamu berdebat denganAhli kitab, melainkan dengan cara yang paling
baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: Kami
Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang
diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya
kepada-Nya berserah diri.” (QS al-Ankabuut : 49)
Sesungguhnya
hikmah itu adalah : menetapkan suatu perkara secara mantap dan tepat, dengan
cara menempatkan suatu perkara pada tempatnya dan mendudukkan suatu perkara
pada kedudukannya. Bukanlah termasuk hikmah apabila anda tergesa-gesa dan
menginginkan manusia akan berubah keadaannya dari keadaan mereka sebelumnya
menjadi seperti keadaan para sahabat hanya dalam sehari semalam.
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Salam telah
memberikan contoh berdakwah dengan hikmah, diantaranya:
Ketika
seorang pria badui datang dan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Salam sedang
duduk-duduk dengan sahabat-sahabat beliau di Masjid. Kemudian Badui itu kencing
di salah satu sisi dalam Masjid, maka para sahabatpun mencercanya, yaitu menghardiknya dengan keras.
Akan tetapi Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Salam yang
telah Alloh anugerahkan kepada beliau al-Hikmah melarang mereka. Setelah Badui itu
menyelesaikan kencingnya, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Salam memerintahkan
untuk menyiram kencingnya dengan satu ember air. Mafsadat (kerusakan) pun sirna lalu
RasulullahShallallahu
‘alaihi wa Salam memanggil
Badui tersebut dan berkata padanya :
إن هذه المساجد لا يصلح فيها شيء من الأذى أو
القذر إنما هي للصلاة وقراءة القرآن
“Sesungguhnya
masjid-masjid ini tidak selayaknya di dalamnya ada sesuatu dari gangguan dan
kotoran, sesungguhnya masjid itu hanyalah untuk sholat dan membaca al-Qur`an.”1 Atau sebagaimana yang disabdakan oleh
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam.
Maka
menjadi lapanglah dada si Badui tersebut disebabkan oleh muamalah yang baik
ini. Oleh karena itulah aku melihat sebagian ulama menukilkan ucapan Badui ini
yang mengatakan:
اللهم ارحمني ومحمداً ولا ترحم معنا أحداً
“Ya
Alloh rahmatilah aku dan Muhammad dan janganlah Engkau merahmati seorangpun
selain kami.”
Karena
Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa Salam telah
mensikapinya dengannya dengan sikap yang baik. Adapun para sahabat ridhwanullah ‘alaihi, mereka
tergesa-gesa untuk menghilangkan kemungkaran, tanpa mempertimbangkan keadaan
orang yang jahil.
Yang penting, wajib bagi da’i untuk berdakwah
ke jalan Alloh Azza wa Jalla dengan hikmah dan tidaklah sama antara orang
jahil dengan orang berilmu, antara orang yang menentang dengan orang yang
menerima. Setiap ucapan ada tempatnya dan setiap tempat ada kondisinya
tersendiri.
BEKAL
KEEMPAT : AKHLAK YANG MULIA
Seorang
da’i haruslah berperangai dengan akhlak yang mulia, dimana ilmunya tampak
terefleksikan di dalam aqidah, ibadah, perilaku dan semua jalan hidupnya,
sehingga ia dapat menjalankan peran sebagai seorang da’i di jalan Alloh. Adapun
apabila ia dalam keadaan sebaliknya, maka sesungguhnya dakwahnya akan gagal,
sekiranya sukses maka kesuksesannya sedikit.
Wajib
bagi da’i mengamalkan apa yang ia dakwahkan, baik berupa ibadah, mu’amalah,
akhlak dansuluk (sifat/karakter), sehingga dakwahnya
diterima dan ia tidak termasuk orang yang pertama kali dilemparkan ke dalam
neraka.
Sesungguhnya
ketika kita memperhatikan keadaan kita, kita dapati dalam realita bahwa kadang
kala kita berdakwah mengajak kepada sesuatu namun kita tidak mengamalkannya,
tidak ragu lagi bawa hal ini merupakan aib yang besar. Melainkan ada pandangan
yang merintangi antara kita dengan dirinya kepada sesuatu yang lebih baik,
karena setiap tempat memiliki ucapan tersendiri.
Maka
sesuatu yang utama, terkadang menjadi lebih diutamakan disebabkan oleh sejumlah
hal yang menjadikannya lebih rajih (kuat) keutamaannya. Oleh karena
itulah, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Salam mengajak
kepada beberapa karakteristik namun acap kali pula beliau menyibukkan diri
dengan sesuatu yang lebih penting darinya. Suatu saat beliau akan berpuasa
sampai dikatakan beliau tidak akan berbuka, dan pada saat lain beliau akan
berbuka sampai dikatakan beliau tidak akan berpuasa.
Merupakan
modal awal yang sangat penting apabila da’i berperangai dengan akhlak yang
pantas bagi seorang da’i, sehingga ia dapat menjadi seorang da’i yang sejati
dan perkataannya dapat lebih mudah untuk diterima.
BEKAL
KELIMA : MENGHANCURKAN PENGHALANG ANTARA DIRINYA DENGAN MAD’U
Seorang
da’i haruslah menghancurkan penghalang antara dirinya dengan manusia. Hal ini
disebabkan karena banyak saudara-saudara kita para du’at, apabila melihat suatu
kaum melakukan kemungkaran, mereka terlalu ghirah (cemburu/semangat) dan benci terhadap
kemungkaran tersebut sehingga mereka tidak mau pergi menemui kaum tersebut dan
menasehati mereka. Hal ini adalah suatu kesalahan dan bukanlah termasuk hikmah
sama sekali. Bahkan yang termasuk hikmah apabila anda pergi mendakwahi mereka,
menyampaikan motivasi dan peringatan, dan janganlah anda sekali-kali mengatakan
bahwa mereka adalah orang fasik dan tidak mungkin aku akan berjalan dengan
mereka.
Apabila
anda wahai da’i Muslim, tidak mau berjalan bersama mereka dan tidak mau pergi
menemui untuk mendakwahi mereka, lantas siapa yang bertanggung jawab terhadap
mereka? Apakah salah seorang dari mereka yang mengambil tanggung jawab ini?
Ataukah kaum yang tidak berilmu yang mengambil tanggung jawab ini? Sama sekali
tidak! Oleh karena itu sepatutnyalah seorang da’i mau untuk bersabar, dan hal
ini termasuk kesabaran yang telah kami terangkan sebelumnya. Ia harus bersabar
dan membenci perbuatan tersebut, namun ia tetap haruslah menghancurkan
penghalang antara dirinya dan manusia sehingga ia menjadi mantap di dalam
menyampaikan dakwahnya kepada mereka yang membutuhkan kepada dakwah.
Adapun apabila
ia bersikap congkak, maka ini menyelisihi apa yang dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam sebagaimana telah diketahui,
beliau pernah pergi menemui kaum musyrikin di tempat kediaman mereka, menyeru
mereka kepada Alloh. Hal ini telah disebutkan dari beliau bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda
:
ألا أحد يحملني حتى أبلغ كلام ربي فإن قريشاً
منعتني أن أبلغ كلام ربي
“Adakah
salah seorang yang mau membawaku sehingga aku akan menyampaikan ucapan Rabb-ku,
karena kaum Quraisy telah mencegahku dari menyampaikan ucapan Rabb-ku”1
Apabila
sedemikian ini keteguhan Nabi, imam dan tauladan kita, Muhammad Shallallahu ’alaihi wa Salam, maka
tentulah wajib pula bagi kita untuk meniru beliau di dalam dakwah ke jalan
Alloh.
BEKAL
KEENAM : LAPANG DADA TERHADAP PERSELISIHAN
Seorang
da’i haruslah berlapang dada terhadap orang yang menyelisihinya, apalagi jika
diketahui bahwa orang yang menyelisihinya itu memiliki niat yang baik dan ia
tidaklah menyelisihinya melainkan dikarenakan ia belum pernah mendapatkan
dirinya ditegakkan hujjah kepadanya. Selayaknya seseorang bersikap fleksibel di
dalam masalah ini, dan janganlah ia menjadikan perselisihan semisal ini
berdampak pada permusuhan dan kebencian. Kecuali
seorang yang menyelisihi karena menentang, padahal telah diterangkan padanya
kebenaran dan ia tetap bersikeras di atas kebatilannya. Apabila demikian
keadaannya, maka wajib mensikapinya dengan sesuatu yang layak baginya berupa
menjauhkan dan memperingatkan ummat dari dirinya. Karena permusuhannya telah
jelas dan telah diterangkan padanya kebenaran namun ia tidak mau
mengapresiasikannya.
Ada
permasalahan furu’iyyah yang diperselisihkan manusia, dan hal
ini pada hakikatnya termasuk sesuatu yang Alloh memberikan kelapangan kepada
hamba-hamba-Nya adanya perselisihan di dalamnya. Yang saya maksud adalah
permasalahan yang bukan termasuk ushul (pokok) yang dapat mengantarkan kepada
pengkafiran bagi yang menyelisihinya. Maka masalah ini termasuk perkara yang
Alloh memberikan keluasan di dalamnya bagi hamba-hamba-Nya dan adanya kesalahan
di dalamnya dimaafkan. Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Salam bersabda
:
إذا حكم الحاكم فاجتهد فأصاب فله أجران وإن أخطأ
فله أجر واحد
“Apabila
seorang hakim berijtihad lalu ia benar maka ia mendapatkan dua pahala, namun
apabila ia tersalah maka mendapatkan satu pahala.”
Seorang
mujtahid, ia tidak akan keluar dari cakupan pahala selamanya, bisa jadi ia
mendapatkan dua pahala apabila ia benar dan bisa jadi satu pahala apabila ia
tersalah.
Apabila
anda tidak menginginkan ada orang selain anda yang menyelisihi anda, demikian
pula dengan orang lain, ia juga tidak menginginkan ada orang lainnya yang
menyelisihinya. Sebagaimana pula anda menghendaki supaya manusia mau menerima
pendapat anda maka orang yang menyelisihi anda pun juga ingin supaya pendapat
mereka diterima.
Maka,
tempat kembali ketika terjadi perbedaan pendapat, telah Alloh Azza wa Jalla terangkan di dalam firman-Nya :
وَمَا
اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَىْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبِّى
عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“Tentang
sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah.
(yangmempunyai sifat-sifat demikian) Itulah Allah Tuhanku. kepada-Nya lah Aku bertawakkal dan kepada-Nyalah Aku kembali.”
(QS asy-Syuuro : 10)
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih sudah mengunjungi blog ini, berkomentarlah dengan sopan dan baik tanpa ada cacian dan hinaan.
PERHATIAN!
- NO Sara
- NO Pornografi
- NO Spam !!! [Komentar menyertakan link aktif akan otomatis terdelet
Salam Sukses @hafizhq